Monday, 14 April 2014

Sembuh

Di sebuah desa yang sama, tinggal Abdul, Ali, dan Karim. Abdul adalah seorang tukang batu, dia juga punya kebiasaan buruk yaitu bermabuk-mabukan dan tidur dengan wanita-wanita tuna susila.
Ali adalah seorang petani. Dia adalah seorang pekerja keras dan cukup taat dengan agama. Dia bekerja mengelola sawah dan ladangnya dari pagi hingga sore. Pada saat panen, tak lupa ia menyisihkan sepersepuluh hasil ladangnya untuk orang-orang tidak mampu.
Karim adalah seorang Imam. Ia sangat dikenal di desa itu karena ceramah-ceramahnya yang motivatif. Banyak orang kembali bertobat pada Tuhan saat mendengar ceramahnya. Ia adalah seseorang yang total melayani Tuhan.
Pada suatu hari, nasib yang cukup aneh menimpa mereka. Mereka bertiga terjangkit penyakit lepra. Karena sudah peraturan adat, mereka bertiga harus segera diasingkan dari desa tersebut. Penduduk kawatir mereka akan menyebarkan penyakit mengerikan itu. Sebuah gubug kecil pun dibuatkan oleh warga di pinggiran desa, dan mereka bertiga tinggal disana.
Suatu malam, mereka bertiga mendapatkan mimpi sama. Di dalam mimpi itu mereka mendengar Tuhan berkata, “Berdoalah, maka kalian akan sembuh.” Mereka pun segera melaksanakan apa yang dikatakan oleh mimpi tersebut. Setiap pagi dan malam mereka selalu berdoa meminta kesembuhan.
Setelah tiga hari, Abdul si pemabuk itu akhirnya sembuh. Dia segera pulang ke desa dan merasa sangat yakin bahwa Tuhan lebih menyayanginya dari pada dua orang yang lain itu.
Setelah tiga bulan, Ali si petani juga sembuh. Dia juga segera pulang ke desa dan terheran-heran mengapa Tuhan lebih sayang kepadanya dari pada si Karim yang notabene seorang Imam. “Reputasi suci imam itu pasti palsu !” gumamnya pada dirinya sendiri. Petani tersebut juga masih bertanya-tanya kenapa si pemabuk malah sembuh lebih dulu.
Tahun demi tahun pun berlalu. Karim si Imam tidak lelah berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan, namun kesembuhan itu tak kunjung tiba. Tak ada lagi orang-orang yang datang menjenguknya. Bahkan wajah dan tubuhnya sekarang sudah berubah menjadi mengerikan.
Pada suatu malam, si Imam tersebut akhirnya bermimpi lagi. Ia bermimpi mendengar suara Tuhan berkata,”Karim, aku tahu hatimu terusik dengan peristiwa ini, engkau tentu ingin tahu kenapa si pemabuk dan si petani itu kubiarkan sembuh terlebih dulu.”
Tuhan melanjutkan,
“Aku menjawab doa Abdul si pemabuk dengan cepat karena imannya. Percaya kepada-Ku selama tiga hari adalah seluruh Imannya. Jika Aku menundanya, mungkin dia akan putus asa lalu bunuh diri. Untuk si petani, aku menunda kesembuhannya selama tiga bulan, karena dia memiliki kepercayaan yang lebih besar kepada-Ku. Tetapi setelah tiga bulan, maka keyakinannya akan hilang dan dia bisa bertindak nekat juga.. Apakah engkau bisa mengerti ?”
Tuhan kembali melanjutkan,
“Karena engkau adalah imam-Ku yang setia, aku tidak bisa mengabaikan doamu. Engkau adalah teman-Ku dan engkau sangat memahami hati-Ku. Buktinya, semakin lama Aku menunda kesembuhanmu, keyakinanmu padaku malah semakin dalam. Bahkan sekarang engkau sudah tidak peduli lagi apakah engkau akan sembuh atau mati, engkau hanya ingin berdoa pada-Ku. Engkau tetap beriman pada-Ku tanpa peduli apapun yang terjadi padamu. Aku telah menjadi segala-galanya bagimu.”
Besok paginya, Imam itu terbangun dan ia telah sembuh dari penyakit lepranya. Dan untuk pertama kalinya dia menyesali kesembuhannya.
(Disadur dari “Greater Than Our Hearts”, Nill Guilemetee, Manila, 1988)

No comments: