Wednesday, 2 April 2014

PILIHAN DILEMA SEORANG WANITA

Tersebutlah seorang mahasiswi yang datang menemui dosennya, ia menghampiri dosennya itu dengan wajah yang muram, lalu berkata,

"Pak, beasiswa Program Magister dan Doktor saya lolos".

Hanya itu saja kata2 yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti ekspresi apapun dari wajahnya, mengingat di luar sana berjuta - juta orang memimpikan pencapaian ini. Dan sang dosen tertegun, kemudian dia berkata,

"Bagus dong dik, kamu bisa bikin bangga banyak orang, dan itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu terlihat bimbang?”

Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen,

"Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat memperoleh surat penerimaan beasiswa ini. Tapi pak, saya ini akhwat, saya wanita, dan saya bahagia dengan keadaan ini. Saya tidak memiliki ambisi besar, saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih. Saya akan dengan sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Lalu dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah? Saya takut itu semua menjadi mubazir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk saya jalani.”

Pak dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan pikirannya. Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata sejenak, menunggu Allah membukakan hatinya, memasukkan jawaban dari pertanyaan indah ini...

Dan jawaban itu datang kepadanya, masuk ke dalam idenya. Sang dosen berkata seperti ini kepada mahasiswinya. "Dik, sekarang bertanyalah kepada hati kecilmu, apa hati kecilmu masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan pendidikan ini hingga puncak nanti?"

Sang mahasiswi bingung, dia menunduk, tak terasa air mata menetes dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar yang saling ingin meniadakan. Dosen itu melanjutkan nasihatnya. "Dik, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S3 dan mendapat ilmu darinya?"

"Sejak saya kuliah di ITB, Pak," Jawab sang gadis.

Kemudian dosen itu melanjutkan ,"Ya dik, betul, saya pun demikian, saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini. Tapi dik, coba kamu pikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan membelai rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti, apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan engkau lahirkan nanti."
Dan itulah jawaban Allah melalui sang dosen tersebut. Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, dan ia tersenyum bahagia, sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan terima kasihnya kepada sang dosen, dan berkata,

"Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya.”

Sahabat, mudah-mudahan kisah ini bisa menginspirasi kita semua, bahwa betapa berharganya arti pendidikan bagi seorang wanita, bukan semata karena ingin disanjung dan dipuji banyak orang karena prestasinya, tapi karena perannya sebagai seorang ibu untuk anak-anaknyalah yang menjadikannya mulia di hadapan Tuhannya. Selama kesempatan masih ada, ayo sama-sama kita gunakan kesempatan itu sebaik mungkin, dan akan lebih indah lagi apabila kesempatan tersebut diiringi dengan niat baik dan rasa syukur kepada Sang Pemberi Kesempatan, Allah

No comments: