
Sekitar sepuluh tahun selanjutnya, dia kembali ke tempat itu. Dia, yang telah menjadi seorang pemuda, datang kembali ke tempat itu melalui suatu kegiatan gereja. Dia diingatkan akan apa yang pernah dia siratkan di tempat itu sepuluh tahun sebelumnya. Ya, waktu itu tidaklah berlalu begitu saja. Si anak pernah berdoa, Aku ingin menjadi pastor tanpa jubah. Apa yang pernah dia siratkan terdengar aneh, namun seakan telah dimulai tanpa ia sadari. Itu telah dimulai bagi dia untuk sampai pada waktunya mengalami petualangan dan pengalaman yang menguji jiwa dan raganya. Hari-hari di mana ia semakin diteguhkan bahwa hidupnya adalah cerminan belas kasih Tuhan.
Petualangan itu sempat membawa dia ke gereja dekat sekolahnya. Tempat di mana dia melihat seorang pastor tanpa jubah dalam dirinya. Tempat di mana ia sering meluangkan waktu untuk berdoa semasa kuliah. Tempat di mana ia merasakan hadirat Tuhan memenuhi rohnya. Waktu berputar kembali ketika dia menangis sambil memuji dan berdoa.
Aku jadi ingat doa-doaku, Tuhan memang telah menjawabnya. Perjalananku telah dimulai saat aku selesai berdoa waktu itu. Halang rintangan tetaplah ada, namun aku bersyukur. Bumi dan langit seakan siap setiap kali aku membutuhkan pertolongan. Orang-orang di sekitar ku juga seperti malaikat yang diutus langit. Siapakah yang akan menyadari predikatku. Mungkin hanya mereka yang berteman dengan atap langit dan lantai tanah. Mereka yang bisa memberi tanpa meminta. Mereka yang bisa tersenyum ketika mengalami kehilangan. Mereka yang bisa berdoa memohon ampun bagi yang menyakitinya.
Dia adalah pastor tanpa jubah. Hidupnya dimulai sebelum matahari terbit dan berakhir setelah matahari terbenam. Banyak yang telah menghampirinya walau hanya sekedar mencurahkan isi hatinya tentang kelahirannya yang waktunya sama dengan artis tertentu. Namun pagi ini, seseorang menghampiri dia dalam perjalanannya dan mulai berkeluh kesah tentang teriknya matahari.
No comments:
Post a Comment